Satu armada tempur tertembak armada Jerman. Pesawat yang dikendarai Collins (Jack Lowden) segera mendarat darurat di atas air. Perjuangan belum usai. Collins masih harus berjibaku menyelamatkan diri karena air laut terus menggenangi kokpitnya, sementara panel untuk keluar tak berfungsi. Penutup kaca yang melindunginya selama ini coba ia pecahkan, namun tak kunjung berhasil.
Insiden Collins bertahan hidup tersebut hanyalah satu dari berbagai adegan menegangkan yang dialami banyak tokoh dalam film berlatar belakang Perang Dunia II Tahun 1940 ini. Yang menjadi tulang punggung ketegangan tersebut jelas komposer Hans Zimmer. Iringan ilustrasi musiknya terdengar di nyaris seluruh durasi film. Tentunya dengan ritme sesuai kebutuhan alur. Tak sampai ke tahap yang mengganggu, tapi gubahan Zimmer justru membangun atmosfer solid.
Ketiga cerita utama tersebut dikisahkan bergantian dengan rentang waktu yang nantinya saling berkaitan sebelum atau sesudah subplot lainnya. Syukurnya tak ada drama berlebihan atau subplot romansa tak perlu. Tanpa basa-basi.
Film berdurasi 106 menit ini (durasi kedua terpendek dari seluruh filmografi Christopher Nolan) sangat unggul dari sisi teknis. Selain ilustrasi musik karya Zimmer yang mendukung, ketegangan perang mampu digambarkan dengan indah melalui gambar-gambar puitis. Sinematografi Hoyte Van Hoytema mampu memberikan sudut pandang yang luas, detil, termasuk adegan pada pesawat tempur.
Selain penokohan yang (tampaknya disengaja?) tak optimal, para aktor utama yang wajahnya masih cukup bersih (sebelum terkena cairan minyak) mengingatkan penonton akan sosok Gal Gadot yang masih jelita saat di medan tempur. Plot yang sederhana mengalir lancar, tetapi skenario yang ditulis juga oleh Nolan ironisnya belum mampu berbicara banyak.