Meski lebih banyak dikenal lewat genre horor, film produksi Thailand membuktikan tema drama (komedi) romantis pun dapat digarap dengan manis, mulus, dan hangat. Selain Crazy Little Thing Called Love yang mengajak penonton tertawa sekaligus menangis di bagian akhir, kini hadir rom-com perdana produksi studio GDH559 yang tidak kalah membuat baper para penonton: One Day.
One Day berfokus pada kehidupan Denchai (Ter Dhanasevi), pekerja IT yang berkarakter stereotipe kutu buku: kikuk, penyendiri, penampilan ala kadarnya, tidak memiliki kedekatan emosional dengan siapapun. Tidak ada seorang pun yang mengingat dirinya kecuali sedang ada masalah dengan komputer, printer atau jaringannya. Satu-satunya yang mampu mengingat hari ulang tahunnya ialah provider yang selalu mengirimkan ucapan serta pesan promosi di hari bahagianya itu.
Kehidupan Denchai jauh lebih berwarna ketika berkenalan dengan pegawai marketing di kantornya Nui (debut Mew Jirayungyurn). Tak butuh waktu lama bagi Denchai jatuh hati kepda Nui sejak dimintai bantuan ada trouble pada printernya. Denchai pun ulet memendam perasaannya diam-diam, mengetahui apa saja kebiasaan dan hal favorit Nui.
Sampai suatu hari, rekreasi kantor ke Hokaido Jepang diinisiasi Top sebagai perwujudan impian Nui yang selama ini ingin berwisata salju. Liburan impian Top-Nui mendadak berantakan, ketika anak dan isteri Top menyusul. Nui yang kecewa memilih untuk tinggal lebih lama dan Denchai pun ikut menunda kepulangannya.
Rasa bersalah pun menghantui Denchai, apakah dia serendah itu memanfaatkan Nui yang sedang lupa ingatan meski hanya 1 hari. Nui pun tidak langsung percaya mendapat pengakuan Denchai sebagai kekasihnya mengingat penampilan Denchai sama sekali bukan tipe Nui.
Berbeda dengan film anak negeri atau sinetron kebanyakan, plot amnesia yang biasanya sebagai tempelan atau alat untuk memperpanjang episode, kali ini lupa ingatan menjadi hal vital, penggerak konflik yang efektif untuk keseluruhan alur cerita. Meski kecil kemungkinan terjadi di dunia nyata, namun penonton dibuat percaya bahwa sosok Denchai, Nui bahkan Top ada di kehidupan sehari-hari.
Selain landscape sinematografi yang juga indah, hal lain yang patut mendapat pujian ialah skenario yang greget dan dramaturgi yang menanjak, terutama menjelang akhir. Penonton dibuat menebak-nebak akan dibawa kemanakah kisah kasih Denchai-Nui-Top, yang dieksekusi tidak mainstream. Dialog yang mereka ucapkan sarat makna dan akan diingat penonton bahkan seusai lampu bioskop dinyalakan.