Hidup itu (konon katanya) cuma tentang meninggalkan dan ditinggalkan. Tagline di poster film berdurasi (hanya) 82 menit ini sepintas menyampaikan rasa pesimis yang terus menerus. Lalu, apa kemudian ambience sepanjang film akan dibawa ke arah itu, bahkan mungkin malah apatis?
Tokoh utama yang bernama sama dengan judul film, Sawalaku (Elko Kastanya), sudah mengalami kepedihan hidup sejak dini. Sejak sang kakak, Binaiya (Raihaanun), pergi dari desa, Salawaku kehilangan sosok pengayom sebagai satu-satunya panutan hidup, setelah kedua orang tuanya terlebih dulu meninggalkannya. Terdengar kabar, Binaiya kini ada di Kota Piru.
Karena dianggap sebagai balasan hutang budi, Saras pun menawarkan diri mengantarkan Salawaku mencari Binaiya. Di tengah perjalanan, Kawanua (J-Flow Matulessy) mencoba membantu dan menjadi teman perjalanan Salawaku. Setelah melalui berbagai konflik di perjalanan, kenyataan yang ditemui di Piru tak seindah yang penonton kira.
Naskah tak menjadi hidup jika tak diwujudnyatakan oleh para “wayang”, aktor-aktris yang memerankannya. Dari departemen akting, keseluruhan pemain menampilkan performa yang saling mendukung. Kredit khusus diberikan kepada Raihaanun, yang memang layak meraih Citra pertamanya tahun lalu berkat perannya di film ini. Gestur dan ekspresinya jelas menyimpan emosi tersembunyi yang siap “pecah” di momen tertentu.
Sebagai salah 1 dari 5 nominasi Film Terbaik Citra 2016, Salawaku menyimpan tak sedikit potensi dengan tampilan “kesederhanaannya”. Sejatinya, perjalanan seorang manusia itu berujung untuk mencari dan menemukan jati diri, sekaligus passion. Pesan tentang meninggalkan dan ditinggalkan memang tak salah ketika dihubungkan dengan orang lain. Setiap karakter di film ini mencoba bertahan hidup ketika orang lain yang sangat disayangi itu menggoyahkan hidup. Hal yang jelas pernah dialami oleh siapa saja. Relatable and believable!
Text by Pikukuh
Photo by youtube